News

Komisi II akan Panggil pihak BPR Majatama, FKI-1: Berbahaya jika Gaji PPPK 2025 Diakomodir

Mojokerto, Moralita.com – Sejumlah persoalan terus menyeruak dalam pengelolaan BPR Majatama Mojokerto, meliputi aspek kesehatan keuangan, tata kelola perusahaan, hingga dugaan pelanggaran terhadap regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan ketentuan pemerintah.

Merespon polemik tersebut, langsung mendapat atensi serius legislatif, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Mojokerto, Elia Joko Sambodo, mengungkapkan bahwa pihaknya telah secara resmi meminta laporan pertanggungjawaban keuangan dari BPR Majatama.

Komisi II juga berencana segera memanggil Komisaris dan Direksi BPR Majatama untuk dimintai klarifikasi dan keterangan lebih lanjut terkait kondisi keuangan, dugaan pelanggaran tata kelola perusahaan, serta indikasi ketidakpatuhan terhadap regulasi.

“Langkah ini merupakan sinyal penting bahwa pengawasan legislatif terhadap BUMD harus diperketat demi melindungi kepentingan masyarakat dan memastikan tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan hingga kerugian keuangan daerah,” tegas Joko.

Sementara itu, Ketua Front Komunitas Indonesia Satu (FKI-1) Mojokerto, Wiwit Hariyono, melihat kondisi keuangan yang memperlihatkan bahwa BPR Majatama butuh dilakukan lanhkah audit agar teridentifikasi akar masalah serius berasal dari sisi manajemen yang buruk, sistem resiko yang asal-asalan, maupun poin-poin fraud.

“Ironisnya, dalam situasi keuangan yang mengkhawatirkan ini, manajemen BPR Majatama justru ingin mengajukan permohonan tambahan penyertaan modal kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Mojokerto,” ungkap Wiwit.

Baca Juga :  Analisis Pakar Hukum Rumah Polisi Mojokerto Meledak, Pelaku bisa Dijerat Pasal Berlapis

Ia menegaskan, permintaan penyertaan modal tersebut patut dipertanyakan karena bertentangan dengan ketentuan Pasal 21 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yang mengatur bahwa penyertaan modal hanya dapat diberikan kepada BUMD yang menunjukkan kinerja positif, transparan, dan akuntabel.

Lebih jauh, Wiwit juga mengungkapkan bahwa BPR Majatama kini tengah mengajukan diri menjadi bank penyalur gaji dan tunjangan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) angkatan 2025.

“Melihat kondisi likuiditas yang rapuh dan tingginya rasio kredit bermasalah, pengajuan ini sangat tidak logis dan bertentangan dengan prinsip prudential banking principle sebagaimana diamanatkan dalam regulasi perbankan nasional,” tegas Wiwit.

Penyaluran gaji ratusan pegawai PPPK melalui BPR Majatama, dalam kondisi keuangan seperti ini, menurut Wiwit, berisiko besar terhadap keterlambatan pembayaran gaji pegawai dan dapat melanggar prinsip perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK.

“Jangan paksakan Gaji PPPK lewat Majatama, kasihan mereka PPPK juga akan kesulitan akses, ATM dan M-Banking tidak ada, pelayanan masih konvensional,” ungkapnya.

Baca Juga :  Kejaksaan Bondowoso Tersangkakan Ketua Yayasan, Korupsi Dana Hibah Pendidikan Kerugian Negara Capai 2,3 M

Di sisi lain, persoalan konflik kepentingan Poedji Widodo, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Inspektorat Kabupaten Mojokerto, diketahui juga menduduki posisi sebagai Komisaris BPR Majatama.

“Ini melanggar Pasal 70 POJK No. 9 Tahun 2024, yang dengan tegas melarang rangkap jabatan yang dapat menimbulkan benturan kepentingan,” kata Wiwit.

Sebagai Kepala Inspektorat, lanjut Wiwit, Poedji bertugas mengawasi dan mengaudit pengelolaan keuangan daerah, termasuk entitas BUMD seperti BPR Majatama. Dengan demikian, jabatannya sebagai komisaris membuka ruang yang luas bagi potensi penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dan praktik fraud yang sulit terdeteksi secara objektif.

Tak hanya itu, Wiwit juga menyoroti proses pengangkatan Poedji Widodo sebagai komisaris yang dinilai cacat secara hukum.
Mengacu pada Pasal 42 POJK No. 9 Tahun 2024 tentang Penerapan Tata Kelola BPR dan BPRS, setiap komisaris diwajibkan memiliki pengalaman kerja di bidang perbankan dan/atau keuangan.

“Faktanya, Poedji Widodo tidak memiliki latar belakang bekerja di lembaga keuangan sebelum diangkat. Ini jelas bertentangan dengan ketentuan OJK. Bagaimana mungkin dalam RUPS Luar Biasa, Komisaris dan Direksi bisa menunjuk Poedji tanpa memenuhi syarat? Ini manipulatif!” tuding Wiwit.

Baca Juga :  Bupati Mojokerto Gus Barra Shalat Idul Fitri di Masjid Al-Ikhlas Petak Pacet, Serahkan Bantuan Hibah Masjid Rp 200 Juta

Kumpulan fakta yang terungkap ini menunjukkan adanya indikasi kuat pelanggaran terhadap prinsip Good Corporate Governance (GCG), prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan, serta standar pengelolaan risiko yang seharusnya menjadi fondasi utama dalam operasional institusi keuangan, terutama yang menghimpun dana publik.

Dalam rangka menjaga stabilitas keuangan daerah dan memastikan akuntabilitas pengelolaan dana masyarakat, Pemerintah Daerah Kabupaten Mojokerto bersama OJK diharapkan segera mengambil langkah-langkah tegas, termasuk melakukan evaluasi dan audit menyeluruh terhadap BPR Majatama.

“Ini termasuk visi-misi Bupati Gus Barra lho, berantas patologi birokrasi dan bersihkan praktik Korup di Bumi Mojopahit. Jangan menciderai amanah rakyat dengan membiarkan kondisi ini, membiarkan berarti sama halnya melindungi oknum korup dan manipulatif. Audit harus dilakukan segera! Lembaga audit juga harus profesional, independen, dan berintegritas,” desak Wiwit Hariyono menutup pernyataannya.

Redaksi Moralita.com berusaha menghubungi pihak BPR Majatama. Sampai berita ini ditayangkan, pihak BPR Majatama belum memberikan tanggapan resminya.

Sebelumnya

SPMB 2025 SMA di Jawa Timur Prioritaskan Nilai Akademik, Jarak Rumah Kini Jadi Pertimbangan Kedua

Selanjutnya

Jokowi Tempuh Jalur Hukum, 5 Terlapor Ijazah Palsu Dilaporkan ke Polda Metro Jaya

Moralita
Bagikan via WhatsApp
Share
WhatsApp