Senin, 21 Jul 2025
light_mode
Home » Daerah » Dugaan Korupsi Pengadaan Obat di Dinkes Buru Selatan, 17 Saksi Diperiksa Kerugian Negara Capai Rp 1,59 Miliar

Dugaan Korupsi Pengadaan Obat di Dinkes Buru Selatan, 17 Saksi Diperiksa Kerugian Negara Capai Rp 1,59 Miliar

Oleh Redaksi Moralita — Senin, 17 Maret 2025 10:55 WIB

Buru Selatan, Moralita.com – Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Buru Selatan, Maluku, tengah mengusut dugaan korupsi dalam proyek penyediaan obat untuk Puskesmas di Dinas Kesehatan (Dinkes) Buru Selatan tahun 2022. Kasus ini diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1,59 miliar.

Kapolres Buru Selatan, AKBP M Agung Gumilar, mengungkapkan bahwa sebanyak 17 saksi telah diperiksa, termasuk pihak Dinas Kesehatan, rekanan penyedia obat, serta saksi ahli.

“Sebanyak 17 saksi, terdiri dari pihak Dinas Kesehatan dan rekanan, termasuk juga saksi ahli telah diperiksa. Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan lebih lanjut,” ujar Agung kepada wartawan, Senin (17/3).

Kasus ini mencuat setelah masyarakat melaporkan dugaan korupsi ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Buru Selatan pada November 2023. Laporan tersebut menyoroti keterlibatan tiga individu, yakni HP (42), RKP (41), dan I (34).

HP diketahui merupakan seorang ASN di lingkungan Dinas Kesehatan.

Baca Juga :  Kepala Daerah Situbondo Terpilih Merespon Setelah Penahanan KPK atas Bupati Nonaktif Suswandi

RKP merupakan Direktur CV Maju Makmur Putra, perusahaan yang ditunjuk sebagai penyedia barang. I adalah pihak swasta yang bertindak sebagai pelaksana pengadaan.

Menurut Agung, dugaan korupsi ini bermula ketika Dinas Kesehatan Buru Selatan pada tahun 2022 mengalokasikan dana sebesar Rp 4,57 miliar yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK).

“DAK ini digunakan untuk kegiatan non-fisik, yakni penyediaan obat bagi Puskesmas di bawah Dinas Kesehatan Buru Selatan,” jelasnya.

Dalam proses pengadaan, HP selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) diduga menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) tanpa data yang valid serta menunjuk rekanan penyedia barang secara sepihak, tanpa melalui prosedur yang sesuai.

“HP sebagai PPK menyusun HPS dengan data yang tidak dapat dipertanggungjawabkan serta menunjuk penyedia barang tanpa melibatkan Kelompok Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (Pokja PBJ). Dalam hal ini, HP menunjuk RKP sebagai penyedia barang,” paparnya.

Namun, dalam pelaksanaannya, pekerjaan justru dikerjakan oleh I, yang seharusnya bukan pihak resmi dalam kontrak pengadaan obat tersebut.

Baca Juga :  KPK Pelototi Dugaan Korupsi Proyek Digitalisasi Pajak Coretax Senilai Rp1,3 Triliun

Agung mengungkapkan bahwa pengiriman obat dilakukan dalam beberapa tahap, yakni pada Agustus, Oktober, Desember 2022, serta Januari dan Maret 2023. Namun, dalam realisasinya, terdapat tujuh item obat yang tidak pernah dibelanjakan oleh pelaksana proyek.

“Pelaku I tidak menjalankan tugasnya dengan baik dan tidak membelanjakan tujuh item obat yang sudah dianggarkan. Akibat perbuatannya, negara mengalami kerugian berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor: 06/LHP/XXI/03/2025, tanggal 7 Maret 2025, dengan nilai kerugian mencapai Rp 1.594.422.460,15,” jelasnya.

Pihak kepolisian memastikan bahwa dalam waktu dekat akan dilakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka dan mengembangkan peran pihak-pihak lain yang terlibat.

“Rencana tindak lanjut yang akan kami lakukan meliputi gelar perkara dan penetapan tersangka. Selanjutnya, kami akan mendalami lebih lanjut peran aktor lain yang turut serta dalam praktik korupsi ini,” tegas Agung.

Baca Juga :  SMPN 2 Jombang Konsisten dalam deretan Prestasi

Dari hasil penyelidikan awal, motif utama para pelaku dalam kasus ini adalah untuk menguntungkan diri sendiri dengan menggelembungkan harga obat serta mengalokasikan anggaran untuk barang yang tidak pernah dibeli.

Polres Buru Selatan memastikan akan mengusut tuntas kasus ini dan menjerat para pelaku sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Jika terbukti bersalah, para tersangka bisa dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda hingga Rp 1 miliar.

“Kami akan bertindak tegas dalam memberantas tindak pidana korupsi, khususnya di sektor kesehatan, karena menyangkut kesejahteraan dan keselamatan masyarakat,” tutupnya.

  • Author: Redaksi Moralita

Komentar (0)

At the moment there is no comment

Please write your comment

Your email will not be published. Fields marked with an asterisk (*) are required

expand_less