Beranda News Diputus Korban Hoax, Uya Kuya Resmi Aktif Lagi di DPR RI
News

Diputus Korban Hoax, Uya Kuya Resmi Aktif Lagi di DPR RI

Nafa Irbacj, Uya Kuya, Eko Patrio dan Ahmad Syahroni saat sidang putusan MKD.

Jakarta, Moralita.com – Riuh goyang parlemen akhirnya menemukan ending-nya. Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI resmi memutuskan Surya Utama alias Uya Kuya, anggota DPR dari Fraksi PAN, tidak terbukti melanggar kode etik, dan karenanya kembali aktif sebagai anggota DPR periode 2024–2029.

Sidang putusan yang digelar Rabu, (5/11/2025) di ruang MKD DPR berlangsung tegang namun penuh rasa lega. Ketua MKD, Nazaruddin Dek Gam, memimpin jalannya sidang didampingi empat wakil ketua lainnya, dengan kelima teradu hadir langsung di ruang sidang.

Putusan dibacakan oleh Wakil Ketua MKD Adang Daradjatun dengan kalimat yang langsung jadi headline sore itu.

“Menyatakan teradu tiga, Surya Utama, tidak terbukti melanggar kode etik. Menyatakan teradu tiga, Surya Utama, diaktifkan sebagai anggota DPR terhitung sejak keputusan ini dibacakan.”

Putusan ini sekaligus menutup babak panjang polemik Joget di Sidang Paripurna yang sempat mengguncang warganet dan memicu gelombang demonstrasi pada 25–31 Agustus 2025.

Uya Kuya, bersama empat anggota DPR lainnya, sebelumnya dinonaktifkan sementara karena dianggap menodai wibawa lembaga. Namun hasil pemeriksaan MKD membalik narasi publik tidak ada pelanggaran etik, tidak ada kenaikan gaji, dan tidak ada niat buruk di balik goyangan politik itu.

Baca Juga :  NasDem Geser Ahmad Sahroni dari Pimpinan Komisi III DPR, Digantikan Rusdi Masse

Dalam sidang sebelumnya, Senin (3/11/2025), MKD menghadirkan sejumlah saksi dan ahli untuk memperjelas duduk perkara. Salah satu saksi kunci adalah Deputi Persidangan DPR, Suprihatini, yang dengan tegas membantah adanya pembahasan kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR pada Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD yang digelar 15 Agustus 2025.

Dialog antara Adang dan Suprihatini menjadi momen penting yang menegaskan bahwa polemik publik saat itu dibangun di atas kesalahpahaman.

“Apakah dalam agenda sidang 15 Agustus 2025 lalu ada pembahasan tentang kenaikan gaji dan tunjangan DPR?,” ujar Adang.
Suprihatini: “Tidak ada sama sekali, Yang Mulia,” jelas Suprihatini.

Dengan keterangan tersebut, MKD menyimpulkan bahwa isu DPR naik gaji sambil joget hanyalah distorsi informasi yang meluas di media sosial.

Kasus etik ini sejatinya menyeret lima anggota DPR sekaligus masing-masing dengan latar dan alasan berbeda.

Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach (Fraksi NasDem) dinonaktifkan karena komentar mereka soal demonstrasi yang menyinggung publik,

Baca Juga :  Komisi III DPR RI Kritik MK, 500 Wakil Rakyat Kok Kalah dengan 9 Hakim

Uya Kuya dan Eko Patrio (Fraksi PAN) disorot karena aksi joget spontan mereka di sela sidang,

Adies Kadir (Fraksi Golkar) terseret akibat pernyataan publik terkait isu tunjangan.

Kelima nama ini diproses lewat berkas perkara Nomor 39/PP/IX/2025, 41/PP/IX/2025, 42/PP/IX/2025, 44/PP/IX/2025, dan 49/PP/IX/2025.

Namun dari hasil pemeriksaan yang disertai testimoni saksi dan ahli, MKD menilai bahwa tidak ada unsur pelanggaran etik berat dalam tindakan Uya Kuya.

Ia dinilai tidak bermaksud merendahkan martabat parlemen, melainkan terjebak dalam momen spontanitas yang kemudian dibesar-besarkan di ruang publik.

Sebagai figur publik yang sebelumnya dikenal lewat dunia hiburan, Uya Kuya memang bukan politisi tipikal. Gaya komunikasinya ringan, ekspresif, dan terkadang dianggap nyentrik untuk ukuran anggota dewan. Namun justru di situlah paradoksnya gaya populer yang membumi ternyata membuatnya rawan disalahpahami.

Keputusan MKD yang memulihkan statusnya seolah menjadi pembuktian bahwa politik tak selalu harus kaku dan berjarak dari ekspresi manusiawi. Parlemen bukan hanya tempat serius berbicara undang-undang, tapi juga ruang sosial tempat karakter dan kepribadian diuji dalam konteks etik.

Dengan putusan ini, MKD menegaskan dua hal penting: pertama, bahwa etik politik tidak boleh diadili hanya lewat persepsi publik, dan kedua, bahwa DPR tetap punya mekanisme koreksi internal yang berjalan sehat.

Baca Juga :  Sri Mulyani dan DPR RI Bersitegang Terkait Realisasi Anggaran Pendidikan 20 Persen

Meski begitu, sorotan publik terhadap perilaku anggota dewan tak serta-merta mereda. Banyak yang menilai MKD seharusnya lebih peka terhadap sensitivitas sosial, terutama di tengah krisis kepercayaan publik terhadap parlemen.

Namun bagi sebagian lain, keputusan ini justru memperlihatkan bahwa hukum etik di DPR bisa bekerja secara objektif bahwa viral bukanlah sinonim dari bersalah.

Di ujung sidang, Uya Kuya disebut menyambut putusan itu dengan sikap rendah hati. Ia mengaku akan kembali bekerja dengan semangat baru dan memastikan peristiwa ini menjadi pembelajaran moral, baik bagi dirinya maupun koleganya di Senayan.

 

Sebelumnya

Sekdakab Mojokerto Klarifikasi Dugaan Manuver KDMP Berlebihan, Tegaskan Surat Soal Aset Desa Hanya Penegasan Aturan Lama

Selanjutnya

KPK Resmi Tetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid Sebagai Tersangka Pemerasan APBD, Kasus Keenam OTT Sepanjang 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Moralita
Bagikan Halaman